Usai keikutsertaan tim Olimpiade Geografi Indonesia dalam International Geography Olympiad (iGeo) masih seumur jagung. Namun, hal itu tidak menjadi halangan mereka untuk tetap berprestasi. Indonesia sendiri baru mengikuti olimpiade geografi internasional ini sejak tahun 2013, saat itu iGeo ke-10 dilaksanakan di Kyoto, Jepang. Pulang dari International Geography Olympiad ke-11 yang diadakan di Krakow, Polandia, 12-18 agustus 2014 tim geografi merah putih berhasil menyabet 1 medali perak lewat Aditya Pradana (SMA Muhammadiyah Wonosobo), dan 2 medali perunggu masing-masing lewat Uyun Chariza Aziza (MAN Insan Cendekia) dan Asri Hadiyanti Giastuti (SMAN 1 Bogor). Tim Geografi Indonesia juga meraih penghargaan kelompok yaitu juara 3 presentasi poster yang mengusung judul “Bandung, Glooming Trash, Blooming Crash”. Poster dari 3 negara terpilih ini (New Zealand, Nigeria, Indonesia) dipamerkan pada pembukaan International Geography Union Congress. Ada 3 kategori yang diujikan pada iGeo tahun ini, yaitu
pertama, tes tertulis (40%) dengan topik meliputi Geologi dan Coastal Landform, Forest Resources, Global Ecological Footprint, Impact of Global Warming dan Population and Health.
Kedua, keterampilan observasi lapangan (40%) tentang mapping dan spatial analysis oh the uses of public space, analisi dan penarikan kesimpulannya.
Dan kategori ketiga adalah pengetahuan umum tentang geografi dunia disajikan secara visual melalui multi media (20%). Tim Indonesia mengakui faktor bahasa cukup menjadi kendala.
Meski selama persiapan faktor bahasa masuk dalam pelatihan dan dipersiapkan sebaik mungkin, tetap saja timbul kendala. “Olimpiade geografi ini adalah salah satu olimpiade yang tanpa terjemahan. Semua soalnya menggunakan Bahasa Inggris,” ujar Adit.
Uyun menambahkan meski mereka siap dengan Bahasa Inggris, namun, ketika bertemu frase atau beberapa istilah geografi yang menggunakan Bahasa Inggris mereka agak kesulitan mengartikannya. “Buku-buku Geografi Indonesia yang ada tidak lengkap.
Jadi, ketika kami bertemu dengan isitilah yang menggunakan bahasa asing, kami agak kesulitan menerjemahkannya. Nggak jarang kami salah mengartikan,” imbuh Uyun. Kendala lain selain bahasa tahun ini adalah tes lapangan. Belajar dari olimpiade tahun lalu, sebenarnya persiapan tim geografi Indonesia 2014 sudah cukup maksimal. Hanya saja tingkat kesulitan soal tahun ini sangat tinggi.
Salah satunya adalah tes lapangan. Jika pada tahun lalu tes lapangan hanya pemetaan kawasan saja, tahun ini mereka harus melakukan pemetaan public space. Pengalaman ini menjadi sebuah pekerjaan rumah yang penting terutama untuk para pembina tim Geografi Indonesia.
“Kami baru 2 tahun ikut olimpiade ini. Tapi kami mampu bersaing. Hasil tahun ini dan kemarin jadi catatan penting untuk team leader. Kami akan segera melakukan perbaikan terutama pada saat persiapan,” ujar Syamsu Bahri, pembina Tim Geografi Indonesia.
Lebih jauh lagi, tim Geografi Indonesia 2014 berharap materi geografi yang diajarkan di sekolah-sekolah bisa ditingkatkan kualitasnya. “Geografi dasar yang diajarkan di sekolah berbeda dengan yang diterapkan di olimpiade. Kalau dibandingkan seperti ada ketimpangan. Kami seperti tidak mendapat dasar geografi sebenarnya. Jadi seperti belajar dari nol lagi,” kata Adit.
Sumber Tulisan : http://siswapsma.org/v2/artikel/read/381/indonesia-tetap-bertaring-di-olimpiade-geografi-internasional-
Tinggalkan Komentar